Selasa, 29 November 2011

KONDISI KOTA KUTACANE PADA TAHUN 1976 *

Kutacane dilihat dari kejauhan, 2009. (Photo by Mahyu Daniel)

 KEADAAN FISIK KOTA

            Kota Kutacane terletak pada suatu lembah diapit oleh dua sungai yaitu Lawe Alas dan Lawe Bulan, juga dikelilingi oleh perbukitan. Oleh kondisi topografi Aceh Tenggara, yang semakin ke utara ketinggiannya semakin tinggi, membuat sungai yang mengalir ke arah selatan yaitu Lawe Alas dan Lawe Bulan mempunyai aliran yang deras. Keadaan topografi yang demikian ini akan mempunyai akibat-akibat khusus terhadap Kutacane antara lain:
(1)  Menurut penyelidikan Tim Survei dari Dirjen Pengairan Pusat, Lawe Alas telah bergeser ke arah Kota Kutacane kira-kira 150 meter dari aliran lama dan Lawe Bulan juga bergeser kira-kira 50 meter ke arah Kota Kutacane;
(2) Setiap tahunnya Lawe Alas dan Lawe Bulan, membawa material sungai yang berbentuk batu, kerikil dan pasir (akibat erosi ), akibatnya setiap tahun kedua sungai tersebut semakin mendangkal. Untuk sant ini permukaan air yang
paling rendah dari Lawe Bulan dengan pasar Kutacane sekitar 1 meter. Pada musim penghujan (banjir) pada tempat-tempat tertentu seperti Kampung Terandam, juga di sebelah selatan Kota (Sebagian Kutacane Lama) permukaan air Sungai Lawe Bulan dapat melampaui permukaan jalan;
(3) Akibat seringnya perpindahan aliran dari Lawe Bulan jalan propinsi Kutacane-Blangkejeren sering terendam erosi, seperti badan jalan propinsi di depan Asrama militer sepertiga dari badan jalan sepanjang 50 meter habis dimakan erosi, bahkan seluruh pasar Kutacane terkena pengaruh erosi dari Lawe Bulan;
(4) Sekitar 80%  dari Kutacane merupakan tanah persawahan dan tanah yang dipengaruhi oleh aliran Lawe Bulan yang permukaan  tanahnya rendah;
(5) Krib-krib yang ada sepanjang Lawe Alas (khusus Kutacane) seperti di Mbarung kurang berfungsi dan sebagian besar sudah rusak, sepanjang Lawe Bulan mulai dari Pulonas sampai ke Kampung Terandan sudah dibangun bronjong, sebagian sudah siap.

            Saluran pembuangan air kotor (hujan/lembah) untuk dalam kota sudah cukup baik merupakan saluran terbuka yang dibuat dari beton (selesai awal tahun 1975) dan pengalirannya cukup baik, hanya di jalan baru dekat Jalan Guru Leman riol tersebut tidak dapat mengalir.

PASAR

            Kondisi bangunan kurang baik dan bersifat temporer. Tata letak yang tidak teratur dan tidak menurut fungsi yang sebenarnya. Tidak adanya fasilitas-fasilitas dan utilitas-utilitas yang layak sebagai suatu pasar atau tempat perbelanjaan. Pasar juga berfungsi sebagai terminal. Pasar juga dlpergunakan untuk tempat tinggal. Hari-hari pekan (hari perbelanjaan):
harl Sabtu merupakan hari pekan besar, hari Selasa merupakan hari pekan kecil. Hari pekan nerupakan hari berkumpulnya pedagang-pedagang pada suatu lokasi tertentu untuk menjajakan (menjual) barang dagangannya. Para pedagang sebagian besar berasal dari luar kota (luar daerah) dan para pembeli pun banyak yang berdatangan dari desa-desa di sekitar kota tersebut, jadi merupakan tempat transaksi yang cukup ramai untuk hari-hari tertentu.

             Pada hari-hari pekan sering terjadi kecelakaan lalu-lintas, karena kurang teraturnya pengaturan lalu lintas dan terpusatnya semua aktivitas pada sekitar pasar ini baik hari pekan naupun hari biasa. Suatu ciri-ciri khas pasar Kutacane adalah 50 %  dari pedagang tetap membuka usahanya di bidang restoran, ini disebabkan oleh kebiasaan penduduk yang suka jajan dan senang makan di luar. Di samping itu banyak pula penduduk Blangkejeren yang berbelanja di Kutacane maupun ke Medan yang terpaksa harus menunggu kendaraan di Kutacane (sukarnya pengangkutan).
             Para pedagang kebanyakan dari suku pendatang, terutama suku Karo, suku Tapanuli dan sedikit suku Aceh. Suku Alas sendiri banyak berusaha di bidang pertanian (menjual hasil sawah sendiri) di samping itu juga sering menjual hasil sayur-mayur yang mudah didapat seperti kangkung, genjer dan sayuran lainnya yang tunbuh sendiri. Sebagai ilustrasi, kalau Anda pendatang baru di kota duriannya Aceh (panggilan Kutacane menurut saya penulis)
cobalah pada hari Sabtu dan Selasa ( hari-hari pekannya Kutcane) Anda berjalan-jalan menyusuri tapak demi tapak dari jalur-jalur keramaiannya pasar Kutacane, Anda berhenti dan perhatian dengan seksama, para pedagang terutama kaum ibu tentang barang dagangannya untuk ini saya pilihkan untuk Anda, para pedagang sayur coba Anda perhatikan baik-baik: (1) Para pedagang yang menjual sayur yang mudah didapat dalam hal ini tidak perlu ditanam
seperti  kangkung, genjer, dan lain-lain, para pedagang ini sebagian besar adalah penduduk asli yaitu suku Alas; (2)  Para pedagang yang menjual sayur yang harus ditanam dan perlu perawatan yang baik seperti kacang panjang, kacang tanah, salak, cabe, terung, dan lain-lain,
para pedagang ini sebagian besar adalah para pendatang yang sudah menetap di Aceh Tenggara terutama dari suku Karo dan suku-suku Tapanuli.

            Sekali lagi katakan catatan ini hanya sebagai ilustrasi, di samping penulis sendiri
ingin mengajak Anda untuk lebih berpikir dan menggugah kreativitas dari penduduk setenpat terutama suku Alas mulai menyingsing lengan baju, tanah subur menunggu digarap, bergandeng tangan dengan suku pendatang lainnya sama-sama kita membawa buah salak hasil panenan kebun sendiri.

* Ditulis ulang dari: Partomo. Rencana Kota Kutacane. Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik: Banda Aceh, 1976.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar